“Apa satu-satunya senjata yang kumiliki, Tiro?” dia bertanya, lalu menjawabnya sendiri. “Ini,” ujarnya sambil menunjuk buku-bukunya. “Kata-kata,” ujarnya mantap. Ia melanjutkan, “Caesar dan Pompeius punya tentara, Crassus punya harta, Clodius punya tukang pukul di jalan. Satu-satunya tentaraku adalah kata-kata. Dengan kata-kata aku meninggikan derajat, dan dengan kata-kata aku akan bertahan.” [Tiro mengutip perkataan Marcus Tullius Cicero]
***
Seorang teman berkata kepada saya, “Kalau memang PKS mengaku tidak bersalah, kenapa tidak mempraperadilankan kasus ini saja? Adu kuat bukti di pengadilan yang sah? Kenapa harus membuat opini publik bahwa PKS tidak bersalah?”
Saya merespon, “Orang-orang media telah menggunakan opini publik untuk ‘menghakimi’ PKS yang secara hukum belum tentu bersalah, kenapa orang-orang PKS tidak bisa melakukan sebaliknya dengan cara yang sama untuk membela teman mereka sendiri?”
Teman saya terdiam. Saya pun tidak ingin ambil pusing soal statement itu, karena jujur aja udah kelewat mainstream hehe.. Jika memang PKS memilih diam dan bungkam seribu basa, itu bukan berarti mereka tidak punya senjata. Jika memang PKS punya bukti kuat yang mampu menyanggah keterlibatan LHI dalam kasus korupsi yang dituduhkannya, mereka pasti tidak akan berbuat gegabah dan kekanak-kanakan untuk mengumbarnya di luar ruang pengadilan negara yang resmi. Menurut saya, ajakan untuk membeberkan bukti yang menjadi kartu as PKS dalam kasus ini tidak akan dipublikasikan begitu saja secara serampangan.
Di sisi lain, bungkamnya PKS ini menjadi semacam berkah tersendiri bagi mereka. Kenapa? Karena kebungkaman ini menjadi semacam penanda bagi PKS, siapa sebenarnya orang-orang yang membersamai mereka, siapa yang selama ini hanya menjadi penunggang gelap, dan siapa yang nyata-nyata menggunting dalam lipatan. Seolah-olah ada tabir yang terbuka lebar-lebar bagi orang-orang PKS tentang siapa kawan dan siapa ‘lawan’ mereka.
Sayangnya, saya merasa sedikit kecewa dengan para tokoh nasional yang ternyata ikut-ikutan bungkam dengan insiden penuh skandal ini. Seolah-olah mereka tutup mata dan tidak mau tahu dengan kegaduhan yang sengaja dibuat untuk menggegerkan negeri ini. Saya tidak tahu apa motivasi mereka dengan bungkamnya itu. Takut dibilang melawan supremasi KPK yang kelewat batas sehingga dicap sebagai pendukung koruptor, atau masih melakukan kalkulasi politis dan non politis bila statement mereka keluar di masa-masa kritis menjelang pemilu dan itu bisa memengaruhi elektabilitas mereka di mata publik? Saya tidak tahu. Hanya Allah dan mereka yang tahu.
Terakhir, saya berharap KPK dapat bermain cantik dan tidak sewenang-wenang dalam menjalankan tupoksi mereka sebagai lembaga yang kelewat superbodi. Saya percaya, di KPK masih ada banyak orang-orang baik dan berhati lurus untuk membersihkan negeri ini dari korupsi. Hanya orang-orang tak tahu malu dan tak punya nyali saja yang menyelewengkan wewenang yang suci dan mulia ini demi kepentingan pribadi mereka dengan cara membelokkan fakta yang sebenarnya. Dan kepada PKS serta tim medianya, terus bangun opini publik bahwa ada yang tak beres dari kasus korupsi ini. Bahwa ada banyak kejanggalan yang lahir dari rahim ketidakberesan itu. Bahwa begini dan bahwa begitu. Bersuaralah meski mereka mencemooh, berkatalah meski mereka tak lelah mencibir dan menghina. Dengan begini, kami bisa melihat bahwa Anda memang orang yang akan ditakdirkanNya untuk membangun bangsa ini menuju peradaban yang gemilang lagi tahan bantingan.
Sebagai penutup, saya ingin mengutip sebuah pepatah arab – sayang saya tidak hapal redaksi aslinya dan hanya mengkopi versi terjemahannya – yang berkata bahwa, "Diamnya orang-orang yang kuat, bukan mencerminkan kelemahan. Namun ia memberikan kesempatan kepada orang-orang lemah untuk puas hati berbicara, sebelum mereka dibungkam dan diam selamanya." [wahidnugroho.com]
Kilongan , Mei 2013
Minggu, 12 Mei 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 celoteh:
Posting Komentar