Oh kadang pula terdapat
Suami jahat isteri budiman
Isterinya cukup sabar
Perangai suami ya Allah macam setan
Kalau di belakang isteri
Hai joli sana joli sini
Kalau di depan isteri
Amboi pijak semut pun tak mati
[Kisah Rumah Tangga oleh P Ramlee]
Begitulah pernikahan.
Ia merampas kebebasan masa mudamu dengan segenap
tetek-bengek yang merepotkan. Kau tahu? Kau harus memaksakan diri untuk bangun
di tengah malam ketika anak-anakmu yang masih kecil itu merengek minta diantar
buang air ke kamar mandi, kau harus menahan gerutumu ketika anak-anakmu buang air
di sembarang tempat, atau bermain hingga rumahmu yang rapi-jali jadi berantakan
seperti kapal pecah. Kau tahu? Kau harus menyediakan ruang kesabaran yang besarnya
tanpa batas, kau harus menjernihkan fikirmu sebelum memuntahkan rentetan
kata-kata di hadapan anak-anakmu, memasang muka semanis mungkin ketika hatimu
bergemuruh dengan luapan emosi, dan menahan tanganmu sekuat mungkin agar tak
sampai melukai keluargamu.
Begitulah pernikahan.
Ia merampas uang yang sudah kau kumpulkan dengan susah payah
dalam waktu sekejap, dan kadang untuk urusan remeh nan temeh yang sebenarnya
bisa dikesampingkan dan diabaikan. Mungkin pada suatu hari yang cerah, hatimu
pun sedang tak kalah cerah dan saldo di dompetmu begitu membuncah, lalu kau
meniatkan hati untuk mampir ke sebuah toko mainan dan membelikan beberapa buah sebagai
kejutan untuk anak-anakmu. Mainan ini harganya sekian, mainan itu harganya
sekian, mainan yang lain harganya sekian. Begitu berbunga hatimu tatkala
membayangkan gurat senyum dan rekah tawa yang akan terbit di wajah anak-anakmu
ketika mereka membuka hadiah yang sudah kau beli dengan anggaran tak sedikit
itu. Namun tak sampai dua tiga hari kemudian, mainan itu sudah tercampakkan ke salah
satu sudut sepi di rumahmu, ada yang beberapa bagiannya rusak dan hilang,
bahkan salah satunya sudah teronggok di dalam tempat sampah di dekat rumahmu. Kau
bisa saja menggumam dan berkata, “Uang yang aku kumpulkan dengan susah payah
sedikit demi sedikit ternyata hanya berakhir seperti itu”, tapi tentu kau
takkan mampu mengutarakannya kepada mereka. Karena gurat senyum dan rekah tawa
yang terbit dari wajah mereka tentu tak bisa diagun dengan seberapapun nilai
angka.
Begitulah pernikahan.
Ia mengambil waktumu yang luang dan penuh dengan ambisi
pribadi dengan urusan lain yang begitu menyita masa dan usia. Kau tak lagi
berpikir tentang dirimu – saja – tapi juga tentang mereka. Keputusan-keputusan
yang kau buat tak lagi tentang dirimu – saja, tapi juga mengunduh kepentingan-kepentingan
dan keputusan-keputusan mereka. Derap langkah dan gerak hati tak lagi bicara
soal dirimu – saja, tapi juga meresonansi dan membersamai derap langkah dan
gerak hati mereka.
Begitulah pernikahan.
Ia tidak hanya memberi tapi juga menerima. Ia bukan cuma
menerima tapi juga memberi. Kau perlu melapangkan jiwamu, menerima kelupaan-kealfaan,
memaklumi kekurangan-kekurangan, memaafkan kesalahan-kesalahan, meski terasa
sakit dan berat, meski malu tak kuasa kau tolak. Tapi kau harus melakukannya. Harus!
Kau perlu memotong egomu, kau harus menjaga emosimu, kau harus melebarkan
rongga hatimu, kau wajib menata katamu, dan mengekang kuat-kuat nafsu liar yang
kerap menggodamu. Kau juga harus memberi. Memberi waktumu, sayangmu, cintamu,
hasratmu, hartamu, segalamu. Harus!
Begitulah pernikahan.
Maka bersiaplah menghadapinya. Tak perlu, tak perlu kau
takut. Tak usah, tak usah kau gentar. Santai saja. Nikmati perjalanannya saat
menanjak dan menurun, saat menikung dan berjalan lurus, saat maju dan berjalan
mundur. Nikmati riak-gelombangnya, nikmati resah-gelisahnya, nikmati
gundah-gulananya, nikmati pahit-getirnya, duka-nelangsanya, selain tentu saja
nikmati harum mewangi dan keindahannya.
Begitulah pernikahan.
Di sebalik bunga-bunganya yang mewarna indah dan aneka rupa,
ada rumpun semak yang perlu dibabat dan disiangi, ada rerumputan yang perlu
dicabuti, ada kumpulan gulma yang harus dihabisi, ada gundukan tanah yang harus
diratakan, dan saluran air yang sesekali perlu dibersihkan agar tak menyumbat. Inilah
taman pernikahan kita.
Pernikahan memang bukan soal ringan dan berat, bukan soal
indah dan marah, bukan soal senang dan gamang, bukan soal tabah dan resah,
bukan soal itu saja. Tapi soal banyak hal. Ia tak hanya soal tawa dan duka, tak
hanya soal senyum manis dan wajah meringis, tak hanya soal gembira dan
nelangsa, tak soal itu saja. Tapi juga soal banyak hal.
Di taman penuh bunga, rumput, gulma, semak, dan tumpukan
tanah yang tak terlalu tertata baik inilah kita hidup dan menghirup. Melata dan
bekerja di bawah langitnya. Menanam asa yang kan dipanen di esok masa. Mereguk pahala
yang berlimpah jumlahnya, menggapai ridhoNya yang tak terhitung nilai dan
angkanya. Aku, kau, kita.
Tanjung, Juni 2013
Maaf, sungguh saya mohon maaf...
0 celoteh:
Posting Komentar