Kursor di layar laptop saya tampak berkedip-kedip di salah
satu sudutnya, belum beranjak kemanapun. Tumpukan buku yang ada di atas meja terlihat
pasrah dengan nasibnya yang tengah saya abaikan. Beberapa di antaranya tampak terbuka
dan sebagian yang lain telah saya tandai dengan lipatan di salah satu
halamannya agar mudah saya cari saat saya ingin lanjut membacanya. Malam yang
suntuk. Begitu banyak ide yang menyemang di dalam kepala saya, tapi tak juga
mampu saya konversi menjadi tulisan. Tapi kepala ini serasa buntu. Seperti sembelit,
catatan-catatan ringkas yang sudah mulai saya buat sejak tempo hari jadi
mandeg, stuck, buntu to the max. Saya mencoba mendengarkan
musik untuk membangunkan ‘mood’ menulis yang sedang loyo itu. Hasilnya masih
saja nihil. Lagu-lagu yang biasanya jadi moodboster
paling mujarab justru menambah kesuntukan saya kala itu. Saya lalu beranjak
sebentar dari kubikel saya di kamar belakang, mematikan pemutar musik di laptop
butut saya, lalu berjalan ke bagian depan rumah ini, memandangi anak-anak yang
sedang asyik bermain di ruang tamu dan berlarian sampai ke dapur. Istri saya
masih asyik dengan buku bacaannya dan saya tidak hendak mengganggunya saat itu.
Saya meraih putri bungsu saya, menciumi dan menggodanya, lalu beranjak ke putri
tengah dan putri sulung saya. Satu-persatu saya coba tagih cipika-cipiki-nya, dan berhasil. Saya juga mencoba ngobrol sebentar
dengan si sulung perihal kegiatannya saat itu. Setelah beberapa menit puas mengobrol,
menciumi, dan memeluk ketiga putri saya, saya berniat kembali ke kubikel di kamar
belakang untuk melanjutkan kegiatan saya. Sambil berjalan ke dapur, saya sempat
melirik ke arah kamar depan untuk melihat istri saya yang ternyata masih juga
asyik dengan buku bacaannya.
Ha! Menyebalkan betul! Benar-benar kebuntuan yang
menyebalkan. Saya sungguh merasa sebal dengan diri saya sendiri ketika itu. Kejadian-kejadian
yang berseliweran di sepanjang pekan ini sebenarnya sudah saya gadang-gadang untuk
segera saya tulis dan saya kembangkan untuk jadi bahan cerita yang sedang saya
garap, termasuk beberapa ide yang mondar-mandir di sepanjang perjalanan
pulang-pergi-rumah-kantor yang saya lakoni setiap hari, yang sudah saya catat
bagian-bagian kecilnya di notes handphone
lawas saya pun sudah siap untuk “dimainkan”, tapi, entah karena sebab apa,
malam itu saya benar-benar sedang tidak dalam mood yang bagus untuk menulis. Astaghfirullah. Beberapa kalimat dan paragraf yang
sudah saya tulis saya hapus lagi dan lagi karena saya tidak merasa puas dengannya,
sebagiannya lagi saya simpan begitu saja di laptop tanpa menjudulinya lebih
dulu.
Apa yang paling menyebalkan itu bukan karena tidak ada hal
yang ingin kita tulis, tapi ketika ada banyak hal yang sebenarnya ingin kita
tulis namun mood untuk menuliskannya
justru menguap ke langit-langit, tertiup angin ke tempat yang jauh, dan menghilang
seiring suara kerikan jangkrik dan laju waktu yang berlalu. Ha! Tak heran kalau
sampai detik ini saya masih juru catat amatir! Sampai-sampai tulisan kutukupret
kayak begini harus saya buat dan upload ke blog ini demi berdamai dan,
terutama, berapologi dengan kebodohan saya sendiri! Sigh! [wahidnugroho.com]
Kilongan, Juni 2014
0 celoteh:
Posting Komentar