Pernikahan. Sebuah hari dimana aku telah mengucapkan janji yang teguh nan suci itu kepadamu. Suatu hari dimana aku dan dirimu duduk berdua di atas singgasana cinta. Betapa bahagianya, kau dan aku. Saling melempar senyum serta bertukar sesapa malu-malu. Haruman semak dan bebungaan mengisi jambangan kuningan. Senandung riang burung-burung di pepohonan, menghiasi syahdunya suasana ketika itu. Mata kita saling menyapa hati kita bertaut erat tangan kita menggenggam erat. Kucicipi pesona dirimu, kau rasai segenap citraku. Berdua kita saling menatap, menikmati keheningan yang sejenak meresap, kau dan aku.
Kugamit lembut jemarimu kala kita menapak perlahan ke peraduan. Bintang-bintang yang beredar, sengaja melambat demi menatap kita dekat-dekat. Angin berhembus pelan, membalut sekujur tubuh kita yang tengah menghangat. Langit cerah tak berawan ditemani serpihan sinar rembulan. Betapa indah. Dunia serasa milik kita berdua, kau dan aku.
Di sini, di peraduan ini, kita bercakap lewat remangan senyum yang tersipu. Meski hening kerap menjadi spasi dialog kita yang terlihat dungu, namun ada getar ajaib yang kurasakan ketika itu. Karena aku dan dirimu tertawa riang, tenggelam dalam cumbu rayu. Tak terpisahkan kita, dalam kenikmatan puncak kita menyatu, kau dan aku.
Biar saja bulan mengamati karena iri, tak usah kita acuhkan serangga malam yang riuh bernyanyi. Mari ciptakan senandung kita sendiri. Betapa bahagianya kita. Di sini, hanya ada satu jiwa yang mengisi dua tubuh. Menyatu dalam bebait simfoni indah, kau dan aku.
Pernikahan. Sepotong masa dimana aku duduk berdua bersamamu di atas singgasana cinta. Singgasana yang kubangun dari reremahan hati yang menggebu rindu. Singgasana yang kubangun dari kesucian hati dan jiwa. Singgasana tempat merakit asa dan cinta. Selamanya, kau dan aku.
Datu Adam, Oktober 2007
Selasa, 01 Juli 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 celoteh:
Posting Komentar