Oleh: Wahid Nugroho
(Warga BTN Muspratama dan Pecinta Buku)
Bagaimana sebuah perpustakaan diisi dan diurus sebenarnya
menggambarkan tentang kualitas pemiliknya. Jika perpustakaan itu adalah
miliknya pribadi, maka perpustakaan itu menggambarkan tentang kepribadiannya.
Begitu juga dengan Perpustakaan Daerah, bagaimana ia diurus dan buku-buku apa
saja yang menjadi koleksinya sebenarnya menggambarkan wajah dan level
penghargaan daerah itu terhadap kualitas masyarakatnya.
Awal Januari tahun 2014, publik kota Luwuk dibuat terkejut
dengan peristiwa kebakaran yang melanda bangunan Perpustakaan dan Arsip Daerah
di jalan Urip Sumoharjo. Bangunan yang awalnya merupakan kantor Kecamatan Luwuk
itu habis dilahap si jago merah, menyisakan reruntuhan dan puing-puing dari
ribuan koleksi buku serta arsip-arsip penting yang menjadi saksi sejarah perjalanan daerah ini dari masa
ke masa. Peristiwa pahit itu seharusnya terekam dengan sangat kuat dalam benak
warga kota Luwuk sebagai salah satu hari kelam dalam sejarah pendidikan dan
kebudayaan kota ini.
Beberapa bulan selepas kejadian yang memilukan itu, saya mencari-cari
lokasi perpustakaan yang baru dan mendapati lantai 1 gedung Badan Perijinan dan
Pelayanan Terpadu sebagai destinasi Perpustakaan dan Arsip Daerah yang
selanjutnya. Itu artinya, selama tujuh tahun tinggal di Luwuk, saya sudah
menyaksikan pemindahan lokasi Perpustakaan Daerah sebanyak tiga kali.
Pemindahan lokasi ke tempat yang baru ini bukan tanpa
catatan. Di samping lokasinya yang terlalu riuh dan jauh dari ketenangan,
penataan lemari yang terlalu rapat dan ruangan yang terlalu sempit membuat suasana
perpustakaan menjadi sesak dan tidak bisa dibilang nyaman. Belum lagi jika
bicara tentang koleksi buku-bukunya yang kurang menarik ditambah kegiatan
perpustakaan yang cenderung monoton dan kurang inovasi. Keputusan Pemerintah
Daerah Kabupaten Banggai menentukan lokasi Perpustakaan dan Arsip Daerah ke
lokasi yang terbaru saat ini dan juga kinerja perpustakaan dalam perannya
meningkatkan minat baca di masyarakat perlu mendapat sorotan lebih dari orang-orang
yang memiliki perhatian terhadap kualitas perpustakaan dan manfaatnya untuk
khalayak umum.
Memang, rendahnya minat baca masyarakat di kota ini menjadi
salah satu permasalahan yang kerap kali diabaikan. Padahal ia adalah indikator
maju dan tidaknya sebuah daerah. Lihat saja perpustakaan-perpustakaan yang
tersebar di sekolah-sekolah yang tersebar di daerah ini, kondisinya jauh dari
menggembirakan. Itu jika kita baru menyoroti pada perwajahan perpustakaan,
belum ke koleksi buku-bukunya dan juga program-programnya.
Ada dua pengabaian yang kerap kali terjadi pada
perpustakaan: pengabaian pertama saat koleksi buku yang berlimpah itu hanya
dijadikan pajangan di dalam lemari-lemari kaca yang tampak megah tanpa pernah
dibaca; pengabaian ke dua adalah saat perpustakaan dianggap sebagai sebuah hal
yang tak penting dan karenanya tak perlu diperhatikan. Coba tanyakan kepada
warga di kota Luwuk ini, berapa di antara mereka yang sudah tahu bahwa lokasi
Perpustakaan dan Arsip Daerah yang terbaru saat ini ‘baku tindis’ dengan bangunan BPPT? Saya sendiri baru ngeh dengan lokasi Perpustakaan bulan
Mei kemarin, setelah melakukan pencarian yang cukup masif dengan bertanya ke
sana dan ke sini.
Menciptakan perpustakaan yang memiliki daya tarik adalah
pekerjaan rumah kita bersama yang menghendaki masa depan daerah ini berjalan ke
arah yang lebih cerah. Pemerintah Daerah tentu harus punya itikad baik yang
kuat agar aset daerah yang berharga tersebut tidak dilupakan oleh generasi
penerusnya hanya karena pengabaian dan sikap acuh tak acuh dari orang-orang
yang telah diamanahi untuk menjaganya. Ungkapan salah seorang pejabat tinggi di
daerah ini yang mengatakan bahwa “Perpustakaan sekarang tidak laku-laku”
seharusnya menyadarkan kita tentang posisi kritis yang sedang dialami oleh
Perpustakaan Daerah ini.
Sebagai penutup, saya hendak mengutip ucapan seorang
sastrawan besar Argentina bernama Jose Luis Borges yang berkata bahwa, “I have always imagined that Paradise will be
a kind of library”, aku selalu membayangkan bahwa surga itu seperti sebuah
perpustakaan. Pertanyaannya adalah, sudahkah Perpustakaan Daerah ini menjadi
surga bagi para pegawai dan pengunjungnya? Saya tidak tahu. Anda mungkin bisa
menjawabnya.
Tulisan ini dimuat di Harian Luwuk Post Edisi Selasa 1 Juli 2014 dengan judul yang sama.
0 celoteh:
Posting Komentar