Paska promosi ke Seri A tahun 2009 silam, penampilan Parma selalu mengalami pasang surut dan hanya mampu berkutat di papan tengah. Jangankan membahas scudetto, bertahan di Seri A alias salvezza selalu menjadi agenda tahunan yang rutin disuarakan oleh para petinggi di Emillia sana. Baru pada musim 2013-2014 Parma mengalami peningkatan penampilan yang cukup baik. Ketika tim-tim tradisional semisal Milan dan Inter masih berkutat dengan inkonsistensi, Parma memiliki penampilan yang cukup stabil di penghujung musim tersebut yang membawa mereka bertengger di posisi ke enam di akhir musim. Posisi itu memungkinkan mereka untuk kembali berlaga di play off Liga Eropa musim 2014-2015 bersama Internazionale dan Fiorentina.
Tapi kegemilangan itu hanya bertahan sebentar. Parma dijegal ke Eropa karena permasalahan fiskal sang presiden yang abai dalam menjalankan kewajibannya. Sedih, memang. Tapi apa boleh buat, the show must go on. Meski sempat ‘bertarung’ sampai ke CAS, posisi Parma di play off Europa League pun digantikan oleh Torino yang di pertandingan terakhirnya sempat diwarnai drama hadiah penalti yang penuh kontroversi. Sebagian orang menganggap bahwa ada aroma konspirasi yang sangat kuat demi menjegal Parma kembali berlaga di Eropa setelah lebih dari tujuh tahun absen. Situasi di Collechio pun menjadi tak kondusif. Tomassi Ghirardi sempat mengajukan pengunduran dirinya sebagai presiden Parma yang dipegangnya sejak tahun 2006 silam. Bursa transfer pun sepi, bahkan pemain-pemain yang jadi kunci kesuksesan Parma musim sebelumnya banyak yang hengkang. Masa depan klub yang berdiri pada tahun 1913 ini pun jadi semakin suram.
Seri A musim 2014-2015 kini baru memasuki giornata ke empat dan posisi Parma masih jauh dari menggembirakan. Mengemas satu kali menang dan tiga kali kalah, dua di antaranya terjadi di kandang sendiri, membuat jantung fans Parma dimanapun mereka berada jadi semakin tak karuan. Pekan demi pekan hanya menghadirkan kegalauan dan kegelisahan, bisakah Parma menang atau sekedar mengamankan poinnya, atau justru jadi bulan-bulanan?
Meski begitu, musim ini bukan tanpa harapan. Walau masih bertengger di posisi papan bawah, Parma menjadi tim ke tiga di papan klasemen yang punya produktivitas gol yang bagus: 8 gol. Sayang, jumlah kebobolannya jadi yang terburuk: 10 gol! Absennya pemain kunci seperti Paletta di jangkar pertahanan dan Cassani di lini pendukung, dan pemasangan formasi serta pergantian pemain yang cukup aneh dari sang allenatore Donadoni, menjadi salah satu sebab sering berdegup kencangnya jantung tifosi Parma saat menyaksikan tim kesayangan mereka bermain. Sepuluh gol yang bersarang di gawang Mirante menjadi salah satu pekerjaan rumah Donadoni yang, menurut sebagian tifosi, kurang berani bereksperimen dengan memberikan kesempatan bermain bagi pemain-pemain muda yang punya penampilan lebih menjanjikan.
Situasi Parma musim ini sama persis dengan performa musim kemarin yang pada pekan ke empatnya juga bertengger di posisi ke 16 klasemen. Bedanya hanya dari segi produktivitas dan jumlah poin. Berikut adalah perbandingan performa Parma di 4 giornata awal sejak promosi ke Seri A di musim 2009-2010 yang lalu:
Tapi kegemilangan itu hanya bertahan sebentar. Parma dijegal ke Eropa karena permasalahan fiskal sang presiden yang abai dalam menjalankan kewajibannya. Sedih, memang. Tapi apa boleh buat, the show must go on. Meski sempat ‘bertarung’ sampai ke CAS, posisi Parma di play off Europa League pun digantikan oleh Torino yang di pertandingan terakhirnya sempat diwarnai drama hadiah penalti yang penuh kontroversi. Sebagian orang menganggap bahwa ada aroma konspirasi yang sangat kuat demi menjegal Parma kembali berlaga di Eropa setelah lebih dari tujuh tahun absen. Situasi di Collechio pun menjadi tak kondusif. Tomassi Ghirardi sempat mengajukan pengunduran dirinya sebagai presiden Parma yang dipegangnya sejak tahun 2006 silam. Bursa transfer pun sepi, bahkan pemain-pemain yang jadi kunci kesuksesan Parma musim sebelumnya banyak yang hengkang. Masa depan klub yang berdiri pada tahun 1913 ini pun jadi semakin suram.
Seri A musim 2014-2015 kini baru memasuki giornata ke empat dan posisi Parma masih jauh dari menggembirakan. Mengemas satu kali menang dan tiga kali kalah, dua di antaranya terjadi di kandang sendiri, membuat jantung fans Parma dimanapun mereka berada jadi semakin tak karuan. Pekan demi pekan hanya menghadirkan kegalauan dan kegelisahan, bisakah Parma menang atau sekedar mengamankan poinnya, atau justru jadi bulan-bulanan?
Meski begitu, musim ini bukan tanpa harapan. Walau masih bertengger di posisi papan bawah, Parma menjadi tim ke tiga di papan klasemen yang punya produktivitas gol yang bagus: 8 gol. Sayang, jumlah kebobolannya jadi yang terburuk: 10 gol! Absennya pemain kunci seperti Paletta di jangkar pertahanan dan Cassani di lini pendukung, dan pemasangan formasi serta pergantian pemain yang cukup aneh dari sang allenatore Donadoni, menjadi salah satu sebab sering berdegup kencangnya jantung tifosi Parma saat menyaksikan tim kesayangan mereka bermain. Sepuluh gol yang bersarang di gawang Mirante menjadi salah satu pekerjaan rumah Donadoni yang, menurut sebagian tifosi, kurang berani bereksperimen dengan memberikan kesempatan bermain bagi pemain-pemain muda yang punya penampilan lebih menjanjikan.
Situasi Parma musim ini sama persis dengan performa musim kemarin yang pada pekan ke empatnya juga bertengger di posisi ke 16 klasemen. Bedanya hanya dari segi produktivitas dan jumlah poin. Berikut adalah perbandingan performa Parma di 4 giornata awal sejak promosi ke Seri A di musim 2009-2010 yang lalu:
Musim
|
Posisi di Klasemen
|
Gol
|
Kebobolan
|
Poin
|
2014-2015
|
16
|
8
|
10
|
3
|
2013-2014
|
18
|
2
|
6
|
2
|
2012-2013
|
12
|
4
|
6
|
4
|
2011-2012
|
18
|
3
|
9
|
3
|
2010-2011
|
10
|
5
|
4
|
5
|
Melihat tabel di atas, kita bisa melihat bahwa klub ini secara alamiah memang selalu berada pada fase sulit saat musim baru saja dimulai dalam lima musim terakhir dan justru malah mengalami penampilan yang cukup stabil pada akhir-akhir kompetisi. Namun jika melihat performa klub ini di sepertiga giornata terakhir, maka kita akan mendapatkan data sebagai berikut:
Musim
|
Jumlah Bermain
|
Jumlah memasukkan
|
Kemasukan
|
Poin
|
Posisi di klasemen akhir
|
2013-2014
|
10
|
11
|
11
|
12
|
6
|
2012-2013
|
10
|
9
|
9
|
14
|
10
|
2011-2012
|
10
|
21
|
9
|
25
|
8
|
2010-2011
|
10
|
12
|
9
|
17
|
12
|
2009-2010
|
10
|
17
|
14
|
15
|
8
|
Oleh karenanya, di awal-awal kompetisi ini saya tidak ingin berharap terlalu banyak kepada klub ini dan ingin menikmati ketegangan demi ketegangan yang tercipta di setiap pekannya dengan sebaik-baiknya. Statistik di atas mungkin tidak bisa dijadikan satu-satunya pegangan. Namun, berbekal statistik sederhana yang sudah saya sajikan di atas, saya hanya ingin menyenangkan diri saya sendiri terkait dengan inkonsistensi yang terjadi di klub ini dengan cara yang rasional sambil terus berharap agar Parma bisa memperbaiki penampilannya dari giornata satu ke giornata lainnya. Siapa sih pendukung yang tidak suka dengan prestasi klub yang didukungnya? Tapi andaipun klub yang sudah didukungnya sepenuh hati itu tidak sesuai dengan ekspektasinya, tak ada yang bisa saya lakukan kecuali hanya dengan menerimanya meski dengan kepala yang sedikit tertunduk dan hati yang tiba-tiba saja terasa sesak. Mau bagaimana lagi? Namanya juga hanya, meminjam istilah seorang teman di facebook, fans layar kaca. [wahidnugroho.com]
Kilongan, September 2014
0 celoteh:
Posting Komentar