Hari ini,
tiga paket berisi buku datang ke kantor saya. Paket pertama dari Pojok Cerpen,
kedua dari bu Warih, dan ketiga dan mbak Bukulawas Menk-Menk. Paket pertama
berisi empat buku antologi tulisan di situs Mojok, sebuah buku George Orwell, sebuah
buku Fyodor Dostoevsky, dan sebuah antologi tulisan Puthut EA. Sedangkan dari
pak bu Warih adalah Negeri Tanpa Laki-Laki dan Menjadi Laki-Laki yang dikarang
oleh suaminya, pak Eko Novianto, kami biasa memanggil beliau dengan nama Ekonov.
Paket terakhir berisi buku-buku yang dikirim oleh mbak Bukulawas dengan judul
yang beragam. Salah satunya adalah kumpulan surat Rosihan Anwar untuk istrinya
berjudul Memoar Kasih Sayang dan Percintaan.
Khusus buku-buku
pak Ekonov, rencananya akan saya serahkan masing-masing sebuah kepada Rumah
Baca Jendela Ilmu chapter Mangkio dan Toili. Sedangkan buku-buku lainnya akan
saya simpan dulu sebagai koleksi pribadi.
Dari semua
buku yang datang hari ini, salah satu buku yang menarik perhatian saya adalah
kumpulan essai Puthut EA yang berjudul Mengantar Dari Luar. Beberapa bulan yang
lalu, buku ini sempat saya pesan dari sebuah toko online. Sayang stoknya habis.
Beruntung saya mendapatkannya dari mas Pocer dengan harga yang cukup bagus. Ini
adalah buku pertama Puthut EA yang saya baca. Sebelumnya saya belum pernah
membaca secuilpun tulisan beliau. Setelah membaca beberapa bagian secara
sekilas, saya langsung jatuh hati dengan warna tulisannya yang begitu tenang,
dan sabar mengetiki detil demi detil yang membuat tulisannya jadi terasa padat
tanpa kehilangan daya tariknya.
Buku lain
yang menarik perhatian saya akhir-akhir ini adalah buku-buku yang diterbitkan
oleh Penerbit Oak. Penerbit kinyis-kinyis asal Yogyakarta ini memberi warna
baru dalam dunia penerbitan indie dengan tampilan kaver yang segar dan tata
letak yang tidak memegal-linukan mata. Saya mengikuti, meski tidak secara
intens, postingan-postingan mas Pocer di linimasa Facebook tentang bagaimana
penerbit anyar ini lahir di dunia penerbitan buku ketika situasi ekonomi sedang
lesu dengan warna dan karakteristiknya yang khas. Diam-diam, saya bermimpi,
andai penerbit buku-buku tarbiyah memiliki concern yang tinggi dengan
perwajahan buku sehingga buku yang berpotensi-membuat-mata-mengantuk-kala-membacanya
memiliki daya tarik bagi khalayak luas, dan tentu saja lebih nyaman untuk
dibaca.
Soal perwajahan
buku-buku tarbiyah dan buku-buku keislaman ini sebenarnya saya ingin membuat
tulisan tersendiri, tapi masih urung saya lakukan. Meski gambarannya sudah lama
terbayang-bayang di dalam kepala, saya masih belum merasa percaya diri untuk
mendedahkan kegelisahan saya terhadap tampilan buku-buku tarbiyah yang stagnan
dan membosankan itu, meski kontennya sangat bermanfaat. Mungkin lain kali saya
akan menuliskan khusus tema itu di blog ini.
Selebihnya
hari ini biasa-biasa saja. Supervisor saya belum datang dari Surabaya dan
situasi kantor masih agak sepi pasca hari raya kurban. Oh iya, kacamata saya
hari ini sudah jadi, tapi istri saya tadi siang bilang bahwa kacamatanya baru
bisa diambil nanti malam. Kali pertama saya membuat kacamata adalah pada tahun
2006 silam, nyaris 10 tahun yang lalu. Waktu itu minus saya masih belum
seberapa, masih 0,25. Ketika pindah ke Luwuk dan membuat kacamata baru karena
yang lama framenya sudah patah, saya terkejut ketika mengetahui bahwa minus
mata saya bertambah menjadi 0,75.
Azan ashar
dari masjid kantor sudah berkumandang. Sembari menunggu kabar kepastian siapa
yang akan berangkat ke IHT e-Audit untuk Fungsional pada hari Rabu besok, saya
akan menyelesaikan beberapa pekerjaan yang masih tertunda. Deadline penyelesaian
tunggakan pemeriksaan tinggal dua hari dan saya masih belum memenuhi target
dengan memuaskan. Saya sejatinya berharap tidak dipanggil ke Makassar dulu
meski saya butuh juga dengan pelatihan e-audit itu. Tapi ketok palu tetap di
kepala kantor. Saya sebagai pegawai akar rumput mah manut aje.
Oh iya, poster acara Minggu Membaca yang digagas oleh Rumah Baca Jendela Ilmu dan Komunitas Penyala Banggai sudah saya upload pagi ini. Saya membuat logo Gerakan Luwuk Membaca sebagai naungan dari acara itu. Idenya memang spontan dan tidak berdasar masukan dari teman-teman. Tapi tidak apa. Semoga rencananya berjalan lancar dan pesertanya bisa datang sampai membludak. Amin. [wahidnugroho.com]
Tanjung,
September 2015
0 celoteh:
Posting Komentar